Tepatnya 11 Juni 2005 di suatu tempat di kota pelajar, ada pertemuan cowok dan cewek (sambil diiringi lagu "kemesraan") yang sebelumnya tidak pernah kenal dan tak kan mungkin kenal, hanya karena satu pesan yang menjengkelkan dan sepertinya membuat penasaran, hingga pertemuan hari itu pun terwujud dengan disaksikan bintang-gemintang yang terus menyorot wajah kedua sosok itu (kok ngelantur yak). Pertemuan hari itu membekas di antara keduanya, cowoknya bernama Pamungkas dan ceweknya bernama Endarti, beberapa bulan setelah pertemuan itu mereka merencanakan mengadakan pertemuan kedua. karena kesibukan diantara keduanya juga lumayan padat, selalu gagal karena alasan-alasan praktikum dan sebagainya. Pamungkas terus meyakinkan Endarti, setiap pertemuan pasti ada perpisahan dan setiap proses memiliki makna.
Waktu pun berjalan begitu cepat. Endarti telah menyelesaikan studinya dan meminta Pamungkas untuk datang menghadiri wisudanya. Tanpa basa-basi Pamungkas menolak begitu saja, alasan sederhananya sudah sekian lama tidak ada komunikasi dan tiba-tiba ada ajakan untuk hadir pada acara wisuda itu. Pamungkas mulai berpikir macem-macem karena sebenarnya juga pingin berangkat untuk mehadiri wisuda sang cewek yang meminta sehari sebelum acara itu. karena kesibukan dan padatnya jadwal kesehariannya Pamungkas menolak seolah tidak pernah merespon tentang masa lalunya dengan dia. Dalam hati Pamungkas, kan cuma ketemu sekali dan itu sudah lama sekali kok tiba-tiba seperti ini sih, tapi di benaknya yang lain sayang dong kesempatan seperti ini terlewatkan begitu aja, apalagi dia cewek idaman Pamungkas itu (lho kenapa tidak gamprat aja brur). waktupun terus mengalir sesuai dengan alurnya yang tidak dapat di tahan.
Tiga hari menjelang hari raya fitri saat berbuka puasa, Pamungkas menghubungi Endarti. Dia mengirimkan pesan yang berisi “selamat berbuka” dan bla, bla, bla, bla….tak pernah sadar dan sangat mengejutkan ketika Endarti langsung menjawab “inalillahi wa ina illahi ra jiun”. Serasa petir menyambar dengan kilatan hebatnya menyayat-nyayat pikiran yang kian menjadi. Tanpa basa-basi Pamungkas menawarkan untuk menemani Endarti dalam dukanya. Endarti pun menerima Pamungkas. minggu itu pun hubungan diantara mereka terjalin seolah ada ikatan yang terus mengikat dan semakin melekat. Waktu terus mengawasi perjalanan mereka. Waktu terus mencatat, lima bulan telah berlalu dari pertemuan pertama. Belantara kisah keduanyapun mulai terasa pudar, seolah terhempas waktu yang semakin menua dan usang.
Menjelang tahun baru 2006, persis tanggal 31 Desember 2005. di kontrakan Pamungkas mengadakan acara jalan-jalan ke pantai. Serombongan kecilpun berangkat dengan berkendara sepeda motor rame-reme (seperti konvoi lho) sambil bercanda dan sejumlah aktivitas kecil perjalanan supaya sang supir tidak ngantuk, hehehehehe. Tenda pun dipasang beramai-ramai, secara hujan turun sudah mendahului pemasangan tenda, serombongan itu pun kehujanan. Malampun tiba, malam tahun baru 2006 hampir tiba dan celotehan-celotehan panitia acara mengisi ruang waktu itu sembari menunggu bergulirnya pukul 00.00 tanggal 1 terompet tahun baru telah tertiup, riuh gemuruh alunan jeritan-jeritan petasan dan loncatan bunga api menghias pinggiran laut selatan. Gemuruh ombakpun padam tertahan karang menjulang diatas dasar. Tahun 2006 telah datang. Pagi itu lumayan nyaman di kondisikan oleh panitia dengan memutari api unggun yang terus dipertahankan bara-nya tetap menghangatkan tubuh-tubuh yang sempat terguyur hujan sebelum jam 12.00.
Pagi tiba dengan hiasan celotehan para penikmat suasana menjelang fajar. Dari obrolan ringan sampe yang berbau politik, muncul seolah kebutuhan yang terus mengalir dengan indahnya. Pamungkas yang saat itu sedang memperhatikan desiran ombak yang terus berdesis diantara karang-karang pemecah ombak, tak sadar matanya mendapati sosok wajah yang memancar dan terpancar ayu. Pikiran Pamungkas mulai terganggu dengan pandangan itu. Dia mulai memikirkan sejumlah cara, beruaya untuk bisa ngobrol dengan gadis yang dilihatnya itu. Serangkaian ceritapun mengalir seolah tanpa rencana dan begitu derasnya ungkapan-ungkapan perhatian yang tertujukan gadis itupun termakan dengan dahsyatnya (hehehe…tepat sasaran bro).
Pagi menjelang fajar, dihujani bahasan-bahasan yang terus mengarah Pamungkas dengan gadis itu. Suasana sudah tidak bisa menjadi dingin lagi, walau bara api unggun sudah mulai terlihat padam dan sudah tidak bisa diharap fungsinya suasana di lingkaran itu terus menghangat dengan memojokkan Pamungkas untuk jadian dengan gadis itu. Terutama kakak gadis itu, bersemangat sekali ketika ada lontaran sederetan isu jadian….lho kok bisa yach! Benak Pamungkas terus bertanya kenapa ini menimpanya! Tak panjang cerita akhirnya Pamungkas ngajak jadian gadis itu. Gadis itu pun tampak merespon. Tahun baru 2006 membawa berkah bagi Pamungkas, dia telah mengakhiri masa jomblonya saat itu, dan ini yang yang pertama baginya. Eiiiiit ternyata gadis itu pun yang pertama, jadi mereka berdua sama-sama yang pertama (aneh banget yak ^%$^$^%$#).
Bulan pertama tahun 2006 Pamungkas asik berpacaran dengan gadis yang ditemuinya. Masa lalunya tentang para gadis yang pernah menjadi idolanya seakan musnah ketika mendapatkan gadis ayu itu (menurut Pamungkas sech). Tanggal 4 januari ada semacam ikrar diantara Pamungkas dengan gadis itu, keduanya saling memegang janji yang mungkin tidak semua pasangan bisa ngelakuinnya (kali yak, hehehehehe). Tanggal 4 Pebruari Pamungkas telpon gadisnya, dengan menenteng sebuah pujian dan perhatian yang dibungkus dengan kata-kata indah (penyair kali), respon yang terdengar digagang telpon Pamungkas, gadis itu minta putus. Pamungkas terus meyakinkan bahwa ini hanya sebuah lelucon yang hanya menjadi bumbu hubungan ini. Ternyata pernyataan sang gadis sangat serius, dia minta putus dan tak ada argument lain selain minta putus. Pamungkas mulai gundah dengan masalah baru ini, dia baru mengalami pergolakan hati, serasa dihadapkan pada pilihan untuk memakan buah simalakama. Dengan perdebatan yang tak berlandasan alasan yang masuk akal, mereka putus dan tak ada jalinan hubungan pacaran lagi.
Kau ada dimana…
Kau ada dimana, kau berada dimana…….
Ketika haripun tenggelam
Ketika rembulan pun tiba, kau ada dimana, kau berada dimana......
Ketika malam pun berwarna, dan yang lainnya pun berdansa, kau ada dimana, kau berada dimana......
Mungkin diriku bagimu tak ada artinya, tapi.....
kuingin sebaliknya kuharap kau disisiku bila hatiku merindu, tapi..... kau tak kan pernah tiba jua....
kala hati terpecah dua, air mata terjatuh sudah, kau ada dimana, kau berada dimana...
Mungkin diriku bagimu tak ada artinya, tapi....
kuingin sebaliknya kuharap kau disisiku bila hatiku merindu, tapi..... kau tak kan pernah tiba jua....
mungkin diriku bagimu tak ada artinya, tapi.....
kuingin sebaliknya kuharap kau disisiku bila hatiku merindu, tapi.... kau tak kan pernah tiba jua....
kau ada dimana, kau ada dimana, kau ada dimana.....kau tak kan tiba jua....
Hari-hari Pamungkas mulai di hiasi rasa-rasa bersalah, karena tak dapat mempertahankan pacarnya yang pertama untuk tetap menjadi pasangan. Bulan keduapun terisi kehampaan yang terus mengiringi keseharian Pamungkas. dia masing terngiang masa pacarannya yang pertama itu. Dari komik, komik, komik, komik dan komik lagi, dia hanya berteman komik, sebagai pelariannya. Dan kalo malampun tiba, dikepalanya mulai terbayang sejumlah minuman yang akan diminumnya supaya bisa menghilangkan rasa bersalahnya karena tindakan selama pacaran dirasa kurang berkenan di hadapan pacarnya ato what-ever-lah yang jelas dia butuh obat untuk penyakit barunya ini.
Penyakitnya berangsur pulih dengan konsultasi disana sini dan entah dari mana dia mulai memikirkan tentang masa depannya yang selama ini tertunda, tenggelam di masa yang gak jelas arahnya dengan memikirkan mantan pacarnya yang sebenarnya tidak pernah mencintainya. Rupaya tempat yang menjadi andalan untuk nongkrongnya membuka rekruitmen untuk suatu posisi yang saat itu menjanjikan untuk batu loncatan karirnya di belantara LSM. Bermodal rasa percaya diri bahwa dia bisa menghilangkan penyakitnya, dia maju dan tidak melihat ke belakang, dengan gagah memasuki ruang yang sebenarnya belum pernah di sentuhnya. Sejumlah aktivitas ternyata lumayan bisa mengurangi beban yang selama ini menimpanya.
Suatu hari pada malam yang kelam Pamungkas penuh dengan pekerjaan-pekerjaannya, dari pagi sampe pagi lagi dia belum beranjak dari tempat duduknya di depan komputer, tak terasa kalo kumandang adzan shubuh dan menggema. Pamungkas mengakhiri pekerjaannya dan mapan untuk tidur, sekitar 1,15 jam rumah yang ditempatinya terguncang dengan 6,1 scala rithcer, Pamungkas lari meninggalkan rumah dengan ketergesaannya. dari arah lain terlihat kelebatan-kelebatan orang lari dengan begitu cepatnya seolah mencari perlindungan seaman mungkin, berita tentang guncangan itu pun membanjiri kota itu dan terdengar isu merapi meletus. hampir semua orang melirik ke ruas sebelah utara dan memperhatikan gerak-gerik sang merapi. pencarian tau tentang isu itu pun kandas disitu, karena waktu masih menunjukkan pukul 6-an pagi dan belum banyak informasi yang valid. Pamungkas kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya yang tersita oleh guncangan. dengan dengkuran yang panjang seoalah kenikmatan tidur hanya miliknya, tidak lama kemudian dia dibangunkan oleh sodaranya yang didaerah asalnya kalo, keadaan Pamungkas baik-baik saja, karena kabar di TV sangat mengejutkan, kota pelajar itu telah terserang gempa dengan kekuatan yang luar biasa dahsyat. pikiran Pamungkas mulai tersiksa dan terbang menelusuri cewek yang pernah dikenalnya yang mengaku berasal dari daerah bantul itu. kalut dan sulit untuk di ungkapkan hanya bisa di rasakan dengan perasaan yang tersiksa, ditambah lagi dengan nomor Endarti tidak bisa dihubungi satu pun.
Tiap ada laporan yang terdengar dari radio, Pamungkas terus menelusuri Endarti dengan penuh harap dapat menemukan cewek idaman yang pernah mengabaikannya. kali ini benar-benar kalut campur penyesalan tanpa arti. waktu terus berjalan dengan aktivitas yang semakin tidak menentu, karena Pamungkas juga seorang volunter, dia selalu mencari cara supaya bisa di tugaskan pergi ke daerah dimana cewek idamannya tinggal. tugas ke daerah cewek itu pun tak kunjung datang dan tak pernah datang. dengan rasa penasaran hari kedua pascagempa itu Pamungkas memberanikan diri untuk mencari sendiri ke tempat tujuan. bodohnya Pamungkas hanya tau kabupaten dan kecamatannya aja, tak pernah tau alamat lengkapnya tempat Endarti idamannya. kegelisahannya pun kian bertambah, dan terus bertumpuk-tumpuk. dengan penuh harap ada kabar tentang cewek idamannya, dia berusaha menghubungi nomor yang pernah di berikan oleh cewek itu ke dia. selama dua hari serasa darah tak sanggup lagi bertahan dalam tubuh Pamungkas, dia hanya bisa merenungkan setiap perjalanan waktu yang selama ini dialaminya dengan cewek itu dengan memegangi HPnya dan menenteng nomor Endarti itu, hampir tiap detik dia hubungi nomor yang tak pernah tersambungkan.
Alhasil, Tuhan berkehendak pada Pamungkas untuk dapat berhubungan dengan Endarti, nomornya bisa menghubungi nomor Endarti, walau dengan sinyal yang tidak sejernih biasanya, seolah ada air segar menyiramkan ke tubuh Pamungkas. air mukanya berbinar-binar seolah dia mendapat surga yang pernah dibayangkannya. dialogpun terus dilanjutkan dengan saling tertawa campur isak bahagia yang menyelimuti diantara keduanya (red. dari sumber yang kompeten). memang bulan yang berat untuk dilupakan, aktivitas Pamungkas dan Endarti kembali seperti biasanya, Pamungkas menjadi volunter dan Endarti menjadi perawat (setelah sekian lama menghilang, ternyata melamar jadi perawat di salah satu RSUD di jogja).
Komunikasi diantar kedua orang ini pun kembali terputus, seolah tidak pernah ada hubungan apapun. kira-kira 4, 5 bulan kemudian Endarti kembali menghubungi Pamungkas dengan tujuan yang sulit dimengerti Pamungkas pun mengiyakan untuk pertemuannya yang kedua dengan Endarti. karena dalam benaknya gak kepingin kejadian masa lalu terulang lagi dan kesempatan berharga lewat begitu saja. pertemuan itu pun terwujud tepat pada 11 Okt 2006 di tempat yang sama saat pertemuan pertama dulu.
Pada pertemuan yang kedua ini, diantara mereka sendiri sudah saling lupa wajah dan gaya. hanya bekal keyakinan yang mereka miliki, mereka dipertemukan oleh rasa yang ingin menjadi satu. apakah ini jawaban yang selama ini tertahan entah dimana, kemudian mengenapi setiap proses yang seharusnya bergulir sejak lama, atau untuk mengerti membutuhkan waktu yang panjang dan perjalanan yang berliku membuat segalanya terasa menyenangkan atau alam punya kehendak lain atas perjalanan yang tak pernah mengenal rasa letih dan ragu atas pencarian dan pembuktian rasa.
- -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar