Jarak tak pernah bersaksi akan pentingnya pertemuan. Sang kala terus menyisir tiap biliun detik untuk kepuasan alam yang mengiringi komitmen atas tugasnya menyertai kehidupan. Andil sang kala terus mencatatkan peristiwa-peristiwa yang meraup kenangan perjalanan sang pengembara diatas tanah perasingan bapak angkasa. Rintihan, dan raungan hati terus mencuat merasuki peraduan tak berujung. Perbedaan yang sebelumnya terasa indah dan menyenangkan berbalik arah, pahit dan menyakitkan. Mungkin tanah yang dulu bersorak sorai menyambut langkah kaki yang bersemangat meraih cita, kini tak sanggup angkat suara, diamnya membujuk alam jagat raya untuk menyatakan keterpurukan hati tersayat.
Bunga-bunga ditaman yang melambai kasih sayang, diam tertahan ikut menyangga beratnya beban rasa kehidupan sang pengembara. Apakah ini langkah akhir perjalanan menyusuri tangga kehidupan yang berliuk terus merangkak keatas. Apakah ada babak kedua yang akan tergelar untuk kisah ini. Kisah kesatria menangkap cinta alam semesta. Kuncup-kuncup itu apakah akan mekar kembali ditaman yang pernah tergarap sapuan kesatria.
Erangan batin itu terus terdengar dan menyapa senandung pilu. Dari semua yang tampak ternyata hanya ilusi, tapi dari ilusi tampak kebenaran walau itu relatif. Tidak lepas juga pertemuan baginya memiliki maknanya sendiri-sediri. Pernah tak menghiraukau desah dan kata hati itu, bebannya semakin bertambah tak henti-hentinya mendapat hujaman tentang realitas yang ditunjukan oleh sang hati. Liku-liku yang menjadi loncatan meraih tangkai rasa aman sulit untuk dicapainya. Karena begitu berarti, jiwanya hampir tergadai oleh sang kala yang tiap saat siap melahap atas penyesalan tak berarti dalam perjalanan sepi. Kenangan-kenangannya pada suatu waktu yang mengisahkan dirinya dengan belahan jiwa yang entah dimana, sering membayang tuk berpesan “ikat diriku saja, jangan kau penjarakan hatiku, sakit ini terasa menyentuh akar-akar itu, dia merambat dan menyerap maduku”.
Penciptaku yang Agung, kenapa samudra masih tetap menyanyikan alunan gelombang dengan deburan-deburan ombaknya. Apakah itu sebuah pertanda yang akan diwariskan pada anak-anakmu ditanah kelahirannya. Keringat-keringat yang menetes membasuh ketegangan diantara peciptaan-penciptaan itu. Kian lama sapuan ombak, mereda seraya berpesan “satria tidak akan mati oleh pedang musuhnya, tapi akan mudah terhunus oleh pedangnya sendiri”. Seorang satria akan mati bukan mati kesatriaanya tapi mati dalam semangat berperilaku sebagai satria. Pedang yang meghunus dan menembus dinding kulit adalah perilakunya dalam menhadapi tantangan hidup terutama masalah hati. Karena menghiraukan hatinya, karena hatinya sudah tidak menjadi sahabatnya. Satria hidup dan akan selalu berpasangan dengan hatinya.
Kestiaan dalam merasakan hati mulai terasa pudar, terlebih ketika ada gelombang-gelombang asmara yang menghujamnya dalam ketidakpercayaan.
Ruang itu sepertinya tetap bertahan. Mungkinkah akan berubah untuk sesuatu yang lebih berharga. Malam ini cerah dan sangat cerah, mungkin karena ini pertengahan bulan atau sebagainya tapi memang ini mengalir seiring perjalanannya yang selalu konsisten. Sang kalla, begitulah para orang tua menyebutkan. Tadi ku coba dial nomor yang biasa kutekan untuk mendengarkan suara merdu itu, tak sanggup mungkin tak kuasa untuk bersambung pesan.
Aku memang butuh perhatian terutama hati, kepercayaanku atas kesetiaan masih terpegang, apalagi demi visi hidup. Sesekali kulihat pergelangan ini dengan mata telanjang, tak kulihat bekas-bekas yang pernah kau bercak-kan untuk kenangan tercipta. Hai ibu, begitulah seruan seorang bapak pada pasangan setianya. Sebulan lebih seminggu tak kunjung reda perasaan ini menanggung beban hati. Kerumunan suapan pikir yang terus bertumpuk memaksa ruang itu untuk bersapa hai… hatiku memang benar begitu adanya, tak kurang dan tak lebih. Itu porsi yang sedang kutanggung. Walau satu dari bagian satu lainnya tak berasa, arus yang mengalir tetap bersaing untuk mempertahankan semangat itu…
Kemunafikan yang selama ini tertahan, tak dapat terbendung oleh adanya arus yang lebih besar. Aku belum sanggup untuk memberinya nama. Apapun itu, aku sendiri masih belum tau akan dibawa kemana. Tiap peluh yang menetes dan menyeliputi seluruh tubuh, menjadi saksi atas jawaban yang tertangkap “kita tidak seiman”. Demikiankah yang harus ditanggung bagi mereka yang memiliki perbedaan keyakinan menyembah Tuhan. Sampai waktu yang tak pernah kutentukan, jawaban itu hanya bagian dari lapisan yang sampai saat ini masih menutupi intinya. Tapi apa dayaku, aku hanya manusia biasa yang tidak bisa menembus ruang itu, mendengarkan hati yang berbicara jujur dan tak pernah berbohong walau kehidupan memaksanya.
Kebersamaan yang pernah kulalui bersamamu membawa banyak perubahan dalam hidupku terutama memahami pasangan. Dalam waktu tertentu, kucoba memahami sudut-sudut dari alur yang berbeda yang tidak biasa kulalui. Ternyata sulit kucari benang merahnya. Sulit juga ku cari makna yang tersirat didalamnya. Tak kuasa juga untuk berandai-andai dalam merangkai masa depan yang hendak dipahami. Apakah aku harus masuk kedalam lingkaran itu. Lingkaran yang membawa pada semangat untuk meraih cita dan cinta.
Pernah suatu ketika, dalam remang malam kubertaruh pada sang rembulan. Akankah rasaku berbohong tentang perasaan ini. Dia hanya bisu dan tak pernah bergeming menjawab pertanyaan dan taruhanku. Rembulan padam dihempas mentari, yang membawa semangat berbeda. Semangatnya menyapu keraguan tiap celah kehidupan, perjalanannya memberi warna yang lebih kompleks. Sorotannya, raungannya dan lintasannya yang selalu meraih apapun dalam lorong-lorong cahaya menyerap kegelapan tinggalan sang rembulan.
Apakah sang rembulan tak seiman dengan mentari. Rembulan berjalan di waktu malam dan mentari di siang hari…
- -
Bunga pasti akan bersemi di taman sari yang pernah terjanji. Kapan itu bukan jawaban yang menarik untuk sebuah harapan, tapi perjalanan sang kala menangkap maksud hati satria yang setia menunggu berkembangnya mawar di taman sari kehidupan nyata. Kini dan masa lalu bentuk dari perjalanan yang konsisten dari langkahnya sendiri. Karena naluri untuk sesuatu pasti berjalan berirama dan tak pernah berkesudahan. Satu dari satu yang lain pernah ada dalam kenangan, "kemarin aku pernah ke tempat ini dan aku merasakan yang sama" uangkapan satria dari Jawa bagian tengah bilang itu, adalah dejafu.
Sulit terkadang untuk menemukan rencana-rencana yang akan ditemukan. Rencana-rencana itu disebut dengan mimpi, ya.... Hanya mimpi dan sebagian orang menyebutnya dengan visi. Terus bagaimana dengan dejafu. Apakah ada hubungannya dengan mimpi-mimpi itu, yang pernah terhimpun dalam memori tiap orang kemudian teringat pada masa-masa tertentu, sebenarnya itu tujuannya, itulah mimpinya, itulah yang meinspirasi dunia. Inilah hidup yang memberi kehidupan terus berlanjut turun temurun, mengiring alam semesta, melestarikan isi jagat raya dengan teori sebab akibat dan orang Budha menyebutnya karma.
Begitu indah senyapnya malam, temaramnya cahaya lampu pengiring tidurku, masa lalu yang kian mencuat dalam bayang-bayang tindakan keseharian memuat cerita kehidupan. Malam kini tak seperti waktu itu, waktu yang terisi oleh genangan rasa kekurangtahuan pada sendi-sendi perjalanan. Dia dapat terkendali oleh pikiran dan sebagian rasa yang menyelimuti seluruh tubuh, karena itu melekat.
- -
Apakah Perlu Jawaban?
Mimpi-mimpi itu terus berdatangan, terlebih saat sidur siang. Kali waktu habis mimpi itu terasa aneh dan kepikiran untuk berbuat sesuatu. Kesibukan kepanitiaan Pekan Olahraga Nasional, yang kebetulan pusat kegiatan kesekretariatan di berada jauh dari kegiatan diadakan. Tidak hanya kesekretariatan, tempat nginap bagi atlit-atlit juga bersebelahan dengan kesekretariatan yang jaraknya kira-kira 30 kilometeran dari pusat kegiatan berlangsung. Karena kekurangan personel di kesekretariatan, waktu untuk istirahatpun berkurang, tiap harinya hanya 2 sampe 2,5 jam saja, tapi mimpi-mimpi itu tetap datang dengan esensi yang sama. Kondisi ini sangat mempengaruhi kegiatan yang sedang dijalani apalagi sedang ngurusi kegiatan nasional, sering juga terlintas diantara aliran-aliran kertas yang berhamburan bertanya, kenapa ini terjadi? jawab untuk itupun tak pernah tergenapi. Keheranan ini terus menghampiri, seakan mengisi ruang-ruang istirahat, dikala perangkat-perangkat elektronik kelelahan. Lingkaran energi yang berputar seolah mendukung untuk pergerakan munculnya pembaharu yang dapat merasakan irama perjalanan sang revolusioner. Tapi apakah ada yang menyambut pergerakan itu, sedangkan alirannya melulu berkecenderungan senioritas. Obrolan-obrolan kecil diantara panitia kadang inti kadang membantu untuk meringankan beban yang bersarang di ujung kepala ini, atau jangan-jangan dia tidak pernah bersarang disana, dia hanya bagian dari kamuflase pemikiran yang bersifat sementara atas gejolak penindasan pikiran. Dikesekretariatan sembilapuluh persen personelnya merasa stress tegangan tinggi karena kurangnya job description dari sistematis kerja yang menyeluruh. Sebelumnya pemain cadangan, tiba-tiba tanpa pemberitahuan langsung menjadi kapten, sedangkan kaptennya sendiri dibuat bingung atas situasi sendiri, karena si emain cadangan adalah seniornya.
Sayang dong dengan sumberdaya manusia yang memadai seperti itu, kemudian hanya menjadi tukang ketik dan tukang menuangkan tinta ke printer. Mereka yang berada disana, sengaja disiapkan menjadi pemikir atas permasalahan yang sedang dibebankan untuk diselesaikan. Ruang yang tersedia sangat kurang memadai, bukan ruang, ruangan untuk kesekretariatan dan divisi yang lainnya, tapi ruang untuk kerangka yang lebih jauh ke depan untuk mengambil keputusan bahwa mereka adalah pemikir. Siapa yang akan menyangka bentuk tekanan yang sedang dialami dapat merubah iklim yang sebelumnya semrawut. Kemudian kelompok-kelompok kecil ini menjadi bagian paling penting dari yang penting, mereka dimunculkan karena bentuk integritasnya atas tanggungjawab. Apakah hanya dengan tanggungjawab saja, tidak kan tapi dalam bentuk tindakan nyata atas apa yang menjadi pertanggungannya masing-masing. Grade kepentingan dari tiap divisi sama, yang berbeda adalah tingkat kesulitannya yang menuntut skill yang berbeda untuk diselesaikan. Walau semangat yang dimunculkan berbeda-beda, disesuaikan dari karakterny masing-masing. dari tiap divisi yang ada, diatas rata-rata personelnya dari kalangan mahasiswa. Mahasiswa, kebutuhan primernya untuk mendapatkan pengalaman atas perjalanan yang sedang dilaluinya, tapi disisi lain mereka juga perlu diperhatikan kebutuhan skundernya, financial yang memadai untuk menunjang aktifitasnya. Untuk kebutuhan financial di kegiatan ini sangat besar, terlebih bagi mereka yang notabene mahasiswa yang sambil bekerja. Ketika tidak bekerja mereka tidak medapat upah, dan nol upah berarti disakunya juga nol, seharusnya ini menjadi salah satu perhatian bagi para pengendali dan pendistribusian keuangan, mereka membutuhkannya.
Disisi yang lain dari arah yang bersamaan, semangat untuk mensukseskan kegiatan sangat terlihat dari bentuk-bentuk penyelesaian tiap kasus yang berseliweran diantara divisi yang ada. Kepercayaan atas tanggungjawab yang sudah dibebankan menjadi alternatif prioritas utama untuk ditempuh dalam hal pemberian wewenang. Tidak peduli dia dari kalangan mana, terpenting dia sanggup menjalankan roda yang sudah dibuat dan dijalankan bersama-sama system lainnya mencapai tujuan. Sehari pertama, perjalanan terasa melelahkan, kurangnya support pendukung bergulirnya aktifitas bersama. Hari kedua, tak jauh berbeda dengan hari pertama, pembebanan-pembebanan aktifitas fisik menjadi prioritas, padahal secara esensi itu bukan bagian dari penyelesaian yang dikerjakan. Herannya itu tetap mereka lakukan untuk tujuan menyenangkan pemain cadangan yang menjadi kapten tadi. System harus dibuat untuk menggilas system yang tidak bermutu berkuasa. Rantai system itu harus sedikit demi sedikit dilapisi dengan system yang mumpuni sesuai kebutuhan bersama. Tanpa adanya persetujuan dan kepedulian sesama kegiatan ini tak berarti apa-apa, mungkin hanya sebatas sekumpulan orang sedang ngumpul dan ngrumpin sesnuatu yang kurang berarti. System seperti apa yang harus dibuat, untuk mengkaver semua unit dan saling bertautan. Apakah perlu diubah, atau dibiarkan saja seiring perjalanan waktu system itu akan mati dengan sendirinya. System di buat oleh orang-orang yang memiliki kepentingan, baik kepentingan perorangan maupun kepentingan kelompok. Hubungan mendasarnya, system tanpa orang yang menjalankan tidak jalan, kemudian tujuan utama system dibuat untuk memudahkan personel atau sumber daya manusia didalamnya untuk menggerakan roda pergerakan itu. Tidak hanya untuk memudahkan oknum yang menjalankan saja, juga memudahkan untuk mengevaluasi kinerja dari masing-masing bagian dalam menunjang tujuan utama.
Sebuah harapan untuk melengkapi atas kebutuhan hati kini telah terampas oleh alam yang selama ini setia mengiringi perjalanan dalam menembus ruang-ruang yang pernah terjanji. Empat kali ingkaran yang pernah berlabuh kini bertandang untuk muncul kembali, tak tau kenapa 'mereka begitu gigih dalam memperjuangkan haknya yang sebenarnya tak pernah mereka kerjakan kewajibannya". Tanya hati pada sang jiwa pengelana "kenapa ini berhimpit mengisi ruang yang sebelumnya belum pernah disediakan". Rangkaian sejarah atas perjalanan hati ini terus tanpa henti tak terkendali oleh nafsu-nafsu pikir atas jawaban
Jawaban itu tak pernah terlintas, efek dari suara-suara itu membat jantung ini semakin tak terbentuk diantara sejumlah kerumunan team yang bertanggung jawab atas teamnya. Kenapa jantungku berdetak tak karuan, kupikir karena adanya tekanan psikis yang terus mendera ruang-ruang itu. Sepi dan sepi, sekali lagi hanya sepi. Tak ku sangka semua yang terlihat hanya bagian dari kamuflase kehidupan belaka. Semua yang tampak hanya ilusi dan kupikir ilusi adalah kebenaran yang tampak. Tak heran jika ilusi hadir untuk sebuah kebenaran. Rel-rel yang pernah terbangun tak lebih sebagai sarana penghubung satu ke lainnya yang saling bertautan. Antara perseteruan satu dan lainnya pun mengisi ruang itu untuk satu tujuan yang sama. Benarkah demikian? Kebenaran akan sesuatu pasti punya penjelasan atas esensi yang terkandung didalamnya. Sebuah gerak hati tak akan pernah terdeteksi jika hati itu tak pernah dihiraukan apalagi diperdengarkan. Sedangkan setiap detik bahkan sepernano detik hati selalu berbicara untuk yang didiami hati itu.
Jangan-jangan hatiku tak pernah kudengarkan untuk tiap perjalanan yang pernah terlampaui. Kalaupun demikian siapakah yang telah mendengarkan tiap hatiku bicara padaku, sedangkan diriku sendiri tak pernah mendengarkannya. Apakah dari tiap suara itu kudapatkan salinan yang terukur dari diriku sendiri.
- -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar